Menilik Peninggalan Ajaran Budha di Candi Muara Takus Riau

1
688
Foto : riaume.com

ENSIKLOPEDIAINDOENSIA.COM – Candi Muara Takus merupakan salah satu peninggalan sejarah dan kebudayaan masyarakat Indonesia yang terkenal dan berada di wilayah Pulau Sumatera. Bentuk candi ini terbilang unik, beda dengan bangunan candi di Pulau Jawa yang biasanta terdapat relief, kalau Candi Muara Takus ini dibuat hanya dengan tumpukkan batu mata merah yang tersusun rapi. Objek wisata sejarah yang satu ini letaknya ada di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, sekitar 130 km dari kota Pekanbaru, jarak dari desa terdekat ke kawasan candi sekitar 3 km. Candi peninggalan umat Budha yang kabarnya merupakan candi terbesar di Sumatera, ukurannya bersikasr 7×7 meter, kemudian bangunan candi dikelilingi lagi  tembok tanah yang ukurannya kira-kira 1,5 x 1,5 km.

Candi ini pernah mengalami pemugaran di tahun 1980, selain dibuat dengan bahan baku bata bata dilengkapi pula dengan batu sungai sebagai komponen pendukung bangunannya. Di salam dinding area candi dapat anda lihat ada Candi Tua, Candi Bungsu, Palangka dan Mahligai Stupam ada juga gundukan yang diyakini sebagai tempat kremasi. Batu bata yang digunakan untuk membangun candi ini konon kabarnya dibuat di Desa Ponkai, pembangunan candi melibatkan kerjasama penduduk setempat pada masa itu yang bergotong royong mengangkut batu bata dan menyusunnya. Kapan tepatnya candi ini dibangun kerap menjadi perdebatan para arkeolog, namun yang pasti dengan ditemukannya candi ini bisa diketahui bahwa Buddhisme telah lama menyebar di wilayah / daerah  Sumatera.

Keunikan dan daya tarik Candi Muara Takus yang tak punya relief ini terletak pada seni bangunan bertingkatnya yang memakai teknik timbul tenggelam sehingga tercipta satu komposisi yang unik serta artistik. Bedanya lagi, candi dengan bahan batu bata ini dianggap selangkah lebih maju ketimbang candi yang dibuat dari batuan andesit, perekat bata satu dengan yang lainnya menggunakan telur ayam. Dulu kabarnya candi ini ditemukan tahun 1893 olehg Yzerman,kemudian seorang arkeoloh asal Belanda bernama Dr. F. M. Schnitger meneliti kembali keberadaan candi ini, setelah terjadi perdebatan antara para pemeliti atau arkeolog timbul kesepakatan bahwasanya candi ini termasuk peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang menduduki masa puncak kejayaannya sekitar abad VIII – IX.

Di masa itu, Budha berkembang pesat di Pulau Sumatera khususnya Jambi dan Riau, bahkan ditemukan pula prasasti peninggalan ajaran Budha masa lalu  termasuk prasasti dengan tulisan atau huruf kuno juga prasasti yang dilengkapi telapak kaki Budha sebagai bukti berkembangnya agama Budha di pulau Sumatera ini di masa lampau. Berwisata kemari tidak hanya akan membuat anda berdecak kagum meliat betapa gagahnya bangunan yang dibuat pada masa dimana ilmu, teknik arsitektur serta alat-alat bangunan belumlah sesempurna, secanggih dan semodern masa sekarang ini, namun eksistensi bangunan yang telah dimakan usia ratusan tahun masih berdiri tegak dan dapat dinikmati oleh generasi hingga generasi di masa depan yang akan datang.

1 KOMENTAR

  1. Coreksi ya min… bukan d jambi tapi d provinsi riau tepatnya… monggo d cek d wikipedia…. kabupaten kampar itu ada dimana….

Tinggalkan Komentar