Makna Filosofis dari Tokoh Punakawan (Bagong – Bagian 4 Habis)

0
3562

Tubuhnya gemuk, bermata bulat lebar, mulutnya pun tak kalah lebar serta memiliki watak yang suka bercanda atau berguru, itulah Bagong. Dalam kisah pewayangan tokoh ini adalah anak ketiga Semar setelah Gareng, Petruk. Konon Bagong merupakan bayangan Semar yang diturunkan di dunia ini untuk menemai Semar dalam bertugas membina para Ksatria Pandawa.

Dengan gambaran yang unik dan lucu, Bagong digambarkan sebagai seorang tokoh yang jujur, serta sabar. Kejujurannya terlihat ketika berbicara blak-blakan walau terkesan tidak mengenal sopan-santun, selain itu dia juga dikenal memiliki kesabaran yang ampuh. Ketika dalam tekanan dia lebih memilih diam dan tidak pernah marah atas tekanan yang menimpa dirinya. Sifat Bagong yang sering menjadi bahan tertawaan lawan maupun kawannya yaitu, tergesa-gesa atau gegabah dalam mengambil tindakan atau keputusan.

Asal-usul kata Bagong memiliki beberapa versi, salah satunya berasal dari kata Baghoo (bahasa Arab), artinya suka menentang dan tidak mudah percaya pada nasihat orang lain. Sehingga terkadang Bagong sering terlihat asal ngeyel dan kurang sopan terhadap siapapun termasuk terhadap Ki Semar sendiri.

Ketika VOC Belanda menyerang Kerajaan Mataram, Bagong menjadi salah satu ikon budaya perlawanan pada saat itu. Hal ini terjadi ketika Sultan Agung wafat pada tahun 1645, putranya yang bergelar Amangkurat I menggantikannya sebagai pemimpin Kesultanan Mataram. Kepemimpinan Amangkurat I sangatlah bertolak belakang dengan ayahandanya. Gaya pemerintahan cenderung otoriter serta sikapnya sewenang-wenang dan menjalin kerjasama terhadap Belanda hingga kerajaan Mataram pun terpecah belah terbagi dalam dua faksi anti dan pro Belanda.

Hal ini pun merembet dalam kesenian pewayangan, terjadi dua faksi yaitu Nyai Anjang Mas yang anti-Amangkurat dan Kyai Anjang Mas yang pro-Amangkurat. Kejadian ini membuat Belanda melakukan pencekalan terhadap pentas pewayangan yang menampilkan tokoh Bagong sebagai lakon utama.

Oleh sebab itu maka golongan Kyai Anjang Mas menghilangkan tokoh Bagong dan Nyai Anjang Mas tetap mempertahankannya. Selanjutnya setelah keruntuhan kerajaan Mataram dan berganti nama menjadi kerajaan Kartasura dan berganti nama menjadi Kasunanan Kartasura. Selanjutnya terjadi perpecahan yang kemudian berakhir dengan dinobatkannya Sri Sultan Hamengkubuwana I  yang berkuasa di Yogyakarta. (aanardian/kotajogja.com)

Tinggalkan Komentar